Gimana Caranya Mendaki Minim Plastik Sekali pakai?



*Disclaimer on, tulisan ini mungkin akan cocok buat kalian yang suka berkegiatan di alam terbuka seperti mendaki gunung, berkemah atau berlibur ke pantai.

 

Berkegiatan di alam terbuka seperti mendaki gunung mungkin bukan suatu hal yang ekstrim lagi ya, siapapun sepertinya bisa dengan mudah untuk naik turun gunung, karena akses informasi dan jalur nya juga makin mudah kita jangkau. Apalagi ditambah beberapa film, video-video di youtube yang menggambarkan kegiatan mendaki yang menawarkan pemandangan yang bagus. Sehingga mengundang banyak orang untuk berkunjung.

 

Jika kalian pernah melakukan pendakian gunung, baik itu termasuk kawasan Taman Nasional atau bukan, kalian pasti sering melihat beberapa sampah sisa hasil konsumsi para pendaki yang tertinggal. Seperti bungkus permen, coklat, mie instan, tisu basah, dan bahkan botol air mineral kemasan. Sampah-sampah ini seperti sengaja ditinggal dan menganggap dia akan hilang sendiri, padahal sampah-sampah ini merupakan sampah yang sulit diurai dalam tanah, dan bahkan membutuhkan waktu yang lama untuk terurai.

 

Hal ini mungkin juga sering terjadi di beberapa tempat wisata yang mempunyai destinasi favorit yang mengundang banyak orang untuk datang, contoh saja seperti pantai atau air terjun, dan kalian pasti akan melihat banyak sampah bungkus makanan yang dibiarkan bertebaran tidak pada tempatnya. Lalu bagaimanakah solusinya agar kita saat berlibur di alam terbuka tanpa menyumbang banyak sampah?

 

Ya jelas bisa dong, jika dalam kehidupan di rumah saja kita sudah bisa meminimalisir penggunaan sampah plastik sekali pakai? Kenapa saat kita berlibur atau berpergian ke lamat terbuka bebas tidak bisa?, kuncinya kan cuman satu, ada keinginan dalam diri kita untuk mulai merubah kebiasaan nyampah menjadi tidak nyampah. Jadi kali ini aku mau menceritakan pengalaman aku saat berkegiatan di alam terbuka tapi bisa meminimalkan produksi sampah plastik.  

 

Jadi ceritanya kemarin, 29 Mei - 1 Juni 2021 aku dan empat orang teman perempuan ku memutuskan untuk mendaki Gunung Pangrango yang mempunyai ketinggian 3019 meter dari permukaan laut (MDPL). Gunung Pangrango ini termasuk kategori gunung yang mempunyai sumber air melimpah dan sumber airnya mengalir ke beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS seperti DAS ciliwung-cisadane, DAS Citarum-Cisokan, dan DAS Cimandiri, oleh karena itu penting bagi kita menjaga sumber mata airnya.

 

Oh iya, Gunung Pangrango ini juga termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) yang itu berarti kita harus mempunyai izin masuk sebelum berkegiatan disana. Surat izin masuk disini disebut juga dengan SIMAKSI atau Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi. Tiket SIMAKSI TNGGP ini bisa kita pesan secara online melalui situs resminya di booking.gedepangrango.org , namun kita tetap harus verifikasi terlebih dahulu sebelum melakukan pendakian untuk tes kesehatan, dan briefing seputar peraturan di kawasan TNGGP ini. Kawasan taman nasional biasanya mempunyai aturan khusus bagi pengunjungnya, tidak terkecuali di TNGGP ini, pihak TNGGP melarang pengunjung untuk membawa tisu basah dan juga produk-produk seperti sampo, sabun cuci piring, sabun mandi, pasta gigi, dan produk sejenis lainnya yang berpotensi merusak sumber mata air di gunung tersebut.

 

Namun sebatas peraturan, terkadang banyak juga pengunjung yang masih membawa barang-barang tersebut saat melakukan pendakian, karena oleh pihak dari taman nasionalnya tidak dicek satu persatu, tapi memang akan banyak menghabiskan waktu juga kalau di cek satu persatu, memang disini dibutuhkan kesadaran dari masing-masing individu untuk benar-benar menaati hal tersebut. Peraturan seperti ini wajib kita ketahui terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas pendakian, atau ke tempat tujuan yang ingin kamu jadikan destinasi liburan, kita harus menghormatinya, karena pasti ada alasan kenapa hal tersebut dilarang.

 

Oke, lanjut ya, untuk pendakian kali ini, kami memutuskan untuk merencanakan menu makannya jauh-jauh hari untuk memaksimalkan potensi sampah plastik sekali pakai yang terbuang. Makan siang kami membeli di warung dekat basecamp menggunakan kotak makan, selain praktis karena tidak harus memasak saat makan siang, ini juga alternatif untuk makan siang praktis tanpa menghasilkan sampah.

Begitu juga cadangan makanan yang kami bawa, kami membawa makanan yang minim sampah seperti sayuran-sayuran yang dibungkus koran atau dimasukan kedalam wadah, tempe kemasan daun, termasuk juga beberapa makanan kemasan yang kita kemas ulang di wadah seperti mie spaghetti, dan isian steamboat yang kita taruh di wadah. Tapi kalian juga bisa memutuskan untuk take out makanan yang masih menggunakan packingan plastik, kembali ke kesepakatan kelompok di awal. Memang cara packing seperti ini pasti lebih berat, tapi karena pendakian ini berkelompok jadi beban berat bisa di bagi bersama dan sebenarnya ada alternatif lain juga seperti memilih wadah yang bisa dilipat, jadi lebih hemat tempat saat isinya sudah habis dikonsumsi.

 

Untuk camilan kami menyiasatinya dengan menggunakan buah-buahan segar, selain menyegarkan juga menyehatkan, percaya deh, jika kalian berkegiatan di alam terbuka dan mencoba bersantai dengan memakan buah-buahan itu, rasa nikmatnya itu sama dengan dengan angka 10 yang dikuadratkan menjadi 100.(hehe) Selain segar dan sehat, pastinya tidak akan ada sampah plastik yang dibuang, tapi, kalian juga jangan lupa ya, untuk membawa pulang biji buah nya, karena dikhawatirkan jika bijinya dibuang di sana akan tumbuh dan mengganggu ekosistem yang ada di tempat tersebut.

 

Snack bisa digantikan dengan buah, botol minum dalam kemasan sekali pakai bisa kita ganti juga dengan tumbler yang bisa dipakai berkali-kali, meskipun terkesan ini merepotkan karena akan memakan ruang yang banyak di tas kita, tapi ini salah satu alternatif yang solutif untuk mengurangi sampah botol air minum dalam kemasan (AMDK) yang menumpuk banyak di gunung. Jika kalian merasa ribet, karena alasannya memakan banyak tempat, sekarang makin banyak solusinya kok, selain bawa tumbler, seperti membawa botol lipat, jerigen lipat dan lain sebagainya, toh sekarang juga banyak banget produk yang menawarkan kemudahan seperti ini, yang penting niat kita mengurangi sampah plastik sekali pakainya tidak luntur, pasti jalannya akan ada aja untuk mencapainya.


Botol Minum Reuseable, pengganti AMDK.

 

Lalu bagaimana kalo saat di hutan atau berkemah kita ingin buang air kecil dan buang air besar ?

Sebenarnya jika kalian mendaki gunung gede-pangrango ini tidak perlu khawatir karena rata2 di area berkemahnya ada toilet umumnya yang memudahkan kita untuk BAB dan BAK. Tapi bagaimana dengan gunung lain atau tempat berkemah yang tidak menyediakan toilet, ditambah lagi tidak boleh membawa tisu basah. Solusinya adalah dengan mencari area tertutup dan bukan merupakan jalan umum sebagai toilet umum, (hehe) dan kalian bisa menggali menggunakan sekop kecil untuk tempat BAB/BAK. Lalu setelah selesai bisa di bersihkan menggunakan air yang sudah diisikan ke botol spray yang diisi air bersih (seperti botol spray tempat pelembut pakaian atau buat memandikan burung) tujuannya agar menghemat air dan lebih mudah membersihkan, kemudian kalian bisa menggunakan lap kain bersih untuk membersihkan sebagai pengganti tisu basah, nah jangan lupa ya bekasnya jangan dibuang, tapi disimpan di pouch anti air secara terpisah. Memang agak ribet, tapi ini konsekuensi yang harus kita ambil saat kondisi tidak memungkinkan. Jika kita egois masih menggunakan tisu basah, sampahnya juga jangan dibuang sembarangan ya. Tetap harus kita bawa pulang, karena material tisu basah ini mengandung plastik tidak bisa terurai di dalam tanah.

Botol Spray Serbaguna.

 

Jika teman-teman mendaki saat hujan, hindari juga memakai jas hujan sekali pakai dari material plastik yang mudah robek ya, kalau bisa membeli jas hujan yang kualitasnya bagus dan bisa dipakai berkali-kali, untuk meminimalkan sampah plastik sekali pakai .

 

Sampah pendakian ke Pangrango ini, dibagi menjadi dua jenis yaitu sampah organik yang selanjutnya di kuburan sampah anorganik yang di buat ecobrick. Keuntungan membuat ecobrick ini sampah plastik jadi ringkas dibawah turun sehingga kita lebih mudah membawanya. Pendakian selama 3 hari 2 malam ini hanya menghasilkan 1 liter botol dan 600 ml botol ecobrick. Botolnya kita dapatkan dari sampah pendaki yang tidak dibawa turun, dan ternyata masih banyak loh pendaki yang meninggalkan sampahnya di camp site atau area berkemah sebelum ke puncak. Hal ini berdampak pada area kemah jadi seperti tempat sampah. Sedih banget dan miris, kenapa membawa sampah nya sendiri turun saja tidak mau.

Sisa Sampah Organik Bisa dijadikan Kompos, dengan Cara Dikubur

 

So, sebaiknya sebelum memutuskan untuk berkegiatan di alam terbuka, kalian harus siap menanggung resiko-resikonya jika merasa ribet, berat dan menyusahkan, lebih baik dipikir ulang saja ketika mau liburan ke gunung, pantai atau tempat lain yang masih alami. Jangan sampai karena kedatangan kita kesana malah merusak ekosistem dan lingkungan disana. Salam Lestari.


Komentar